WAJO - Suasana Jalan Rusa, Assorajang, Kecamatan Tanasitolo, Senin (15/9/2025) berubah menjadi panggung protes yang penuh simbol. Puluhan mahasiswa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Wajo datang bukan hanya membawa spanduk tuntutan, tetapi juga rangkaian aksi yang sarat makna.
Di halaman Gedung DPRD Wajo, mereka duduk bersila sembari melantunkan Surah Yasin. Lantunan ayat suci mengalun berdampingan dengan bau asap dupa dan ban terbakar, menciptakan atmosfer protes yang khidmat sekaligus mencekam. Sebuah keranda mayat mereka letakkan di depan pintu gedung, pesan kematian nurani yang ingin mereka sampaikan kepada para wakil rakyat.
Secara bergantian, orator menyuarakan dua isu utama: desakan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia serta kritik tajam terhadap tunjangan perumahan anggota DPRD Wajo.
Ketua PMII Cabang Wajo, Irfan, menegaskan bahwa tunjangan tersebut tidak efektif di tengah keharusan efisiensi anggaran.
"Banyak anggota dewan yang menerima tunjangan perumahan tetapi tidak menempati rumah di pusat kota Kecamatan Tempe sesuai aturan. Ini hanya akal-akalan. Lebih baik tunjangan itu dihapus," ujarnya lantang.
PMII juga menyoroti rendahnya kedisiplinan anggota dewan yang dinilai jarang hadir rapat. "Wakil rakyat harus rajin mengikuti sidang dan membawa aspirasi masyarakat, bukan sekadar duduk di kursi kehormatan," seru Irfan.
Aksi yang memadukan ritual keagamaan, simbol kematian, dan kobaran api ban itu menjadi pesan keras: mahasiswa tidak hanya menuntut efisiensi anggaran, tetapi juga mengingatkan bahwa suara rakyat tidak boleh diabaikan.(hae)
