Iklan

Rabu, 15 Oktober 2025, 16.25 WIB
Last Updated 2025-10-15T08:25:18Z
EkonomiHukumMakassarRagamWALHI SULSEL

WALHI Sulsel Dirikan Posko Aduan Aktivitas Ilegal


MAKASSAR- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan bersama Lembaga Bantuan Hukum dan HAM (PBHI) Sulsel, LPA HPPMI Maros, Yayasan Peduli Lingkungan, dan Lapar Sulsel meluncurkan Posko Aduan Aktivitas Ilegal yang Merusak Lingkungan di Sulawesi Selatan. Inisiatif ini lahir dari keprihatinan atas semakin maraknya praktik-praktik ilegal seperti pertambangan, perkebunan, dan perumahan yang merampas ruang hidup rakyat dan memperparah krisis ekologis di daerah.

Direktur WALHI Sulsel Muhammad Al Amin menjelaskan bahwa posko ini menjadi wadah kolektif untuk mengurai dan menindak aktivitas-aktivitas ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan daerah.

“Negara kita sedang menghadapi krisis serius. Kepala-kepala daerah marah karena transfer daerah menurun, sementara bisnis-bisnis ilegal merampok kekayaan di daerah dan merusak lingkungan secara signifikan. Menjelang akhir tahun ini, kami mengajak masyarakat untuk berani melaporkan aktivitas ilegal agar bisa segera ditindak oleh penegak hukum,” ungkap Amin dalam konferensi pers.

“Pola yang terjadi menunjukkan banyak tambang ilegal dibekingi aparat penegak hukum. Aktivitas yang mengurangi pendapatan negara, mengambil hak rakyat, dan merusak lingkungan harus diberantas. Kami ingin memastikan masyarakat punya ruang aman untuk melapor,” lanjutnya.

WALHI menegaskan bahwa seluruh laporan yang masuk ke posko akan diverifikasi dan dikawal hingga ke aparat penegak hukum. Identitas pelapor akan dijaga kerahasiaannya untuk mencegah intimidasi dan serangan balik.

Perwakilan Lapar Sulsel, Wiwin, menekankan bahwa dampak dari aktivitas ilegal selalu ditanggung oleh masyarakat kecil, terutama nelayan, petani, dan buruh.

“Kita melihat bagaimana banjir di Palopo dan bencana lain di Sulsel menjadi bukti nyata dari aktivitas ilegal yang tidak terkendali. Ini memerlukan respon cepat dan perhatian serius,” ujarnya.

Sementara itu, Rais dari Yayasan Peduli Lingkungan menyoroti lemahnya penegakan hukum di wilayah-wilayah seperti DAS Jeneberang dan Bili-bili.

“Kurangnya kepedulian aparat penegak hukum membuat praktik ilegal logging terus terjadi bahkan di bibir sungai. Ironisnya, sebagian aparat yang seharusnya menjaga malah menjadi bagian dari pelaku. Tidak ada transparansi dalam penertiban izin, dan pelapor sering kali takut karena identitas mereka disebar,” jelas Rais.

Muhammad Asri dari LPA HPPMI Maros, menyebut Kabupaten Maros kini menjadi “kota bencana”.

“Ketika hujan, Maros kebanjiran. Ketika kemarau, kekeringan. Banyak bencana itu akibat langsung dari aktivitas pertambangan ilegal. Kami siap mengawal laporan-laporan masyarakat di wilayah kami,” tegasnya.

Sementara Syamsul Rijal dari PBHI Sulsel menekankan pentingnya perlindungan hukum bagi para pejuang lingkungan.

“Ruang hidup di Sulsel makin menyempit dan dikuasai pemodal. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya sudah memperjelas bahwa pejuang lingkungan tidak bisa dituntut secara pidana maupun perdata. Lingkungan hidup adalah bagian dari hak asasi manusia. Karena itu masyarakat tidak perlu takut untuk melapor,” ujar Rijal.

Amin menutup konferensi dengan ajakan kepada seluruh elemen masyarakat untuk bergabung dalam gerakan bersama memberantas kejahatan lingkungan di Sulsel.

“Kami akan membuka posko di berbagai daerah, terutama di wilayah yang masif aktivitas tambang ilegalnya. Kami capek melihat kekayaan alam dirampok oleh segelintir orang. Sekarang waktunya rakyat, aparat, dan lembaga bersatu untuk menegakkan keadilan lingkungan,” tegasnya.

“Kami akan menyiapkan formulir pelaporan yang mudah diakses, menjaga kerahasiaan pelapor, dan mengawal setiap laporan ke penegak hukum. Kita akan lihat seberapa serius aparat menegakkan hukum lingkungan di negeri ini,” pungkas Amin.

Hingga saat ini, laporan aktivitas tambang ilegal telah masuk dari sedikitnya 10 kabupaten di Sulawesi Selatan, dengan Maros menjadi wilayah dengan pengaduan terbanyak. WALHI menyebut hal ini sebagai tantangan bagi Kapolda Sulsel untuk segera menertibkan tambang ilegal dan mengembalikan fungsi ekologis wilayah yang rusak akibat eksploitasi tanpa izin.(hae)